Burung Akan Kembali ke Sarang dengan Perut Kenyang

“Ingat nak, burung kecil pun akan kembali ke sarangnya dalam kondisi perut terisi (kenyang)” (Abah, 2018)

Kalimat diatas adalah salah satu petuah dari almarhum bapak yang masih saya ingat sampai sekarang.  Petuah tersebut bapak sampaikan ketika dirinya memintaku untuk segera menikah.  Bapak ingin sekali melihatku segera menikah, karena hal ini merupakan salah satu keinginan yang ingin dia capai sebelum dirinya meninggal.

Ilustrasi Ayah dan Anak (sumber: suara.com)

Saat itu kondisi bapak sudah dalam keadaan sakit, bapak hanya bisa berbaring dan duduk di tempat tidur karena komplikasi penyakit asam urat dan penyakit lainnya yang dideritanya.  Alhamdulillah bapak sempat menyaksikan pernikahanku, walau 10 bulan setelah pernikahanku dia pergi meninggalkan kami untuk selama—lamanya.

Pada saat bapak menyuruh untuk menikah, saya belum memiliki pekerjaan (penghasilan) tetap.  Saat itu saya masih dalam proses menyelesaikan studi S2 di sebuah universitas di Kota Banjarbaru. Untuk biaya hidup selama di kota tempat kuliah saja saya masih mengharapkan kiriman dari bapak, walau tidak jarang pula saya terlibat dalam sebuah proyek yang dilaksanakan oleh dosen dan salah salah satu konsultan lingkungan.

Ketika saya mengutarakan kepada bapak bahwa saya belum siap menikah karena belum memiliki penghasilan yang tetap, dan takut belum bisa memberi nafkah untuk istri saya nantinya, bapak malah memberikan jawaban seperti petuah di atas.  Dia menekankan kepada saya agar tidak takut/ragu untuk menikah, karena rejeki itu sudah dijamin oleh Allah.

Di sisi lain saya juga memikirkan bagaimana sikap dari keluarga calon istri saya, apakah mereka mau menerima saya yang belum memiliki penghasilan tetap ini sebagai bagian dari keluarga mereka.  Gayung bersambut, ternyata bapak dari calon istri saya juga memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda dengan bapak saya kalau rejeki itu sudah pasti diatur.

Akhirnya tanggal pernikahan kami ditentukan.  Sampai saat itu pun saya belum ada bayangan sama sekali akan bekerja dimana, dan bagaimana nantinya memberikan nafkah untuk istri saya nantinya setelah pernikahan.  Saya sempat meminjam uang kepada saudara untuk kebutuhan beberapa bulan ke depan setelah pernikahan sambil menunggu mendapatkan pekerjaan.

Setelah pernikahan, saya dan istri langsung menempati sebuah indekos.  Indekos ini sudah menjadi tempat tinggal saya ketika saya kuliah S1 dan S2.  Lokasi indekos ini tidak jauh dari rumah mertua, hal ini lebih memudahkan istrinya saya untuk bolak—balik ke rumah orang tuanya.  Ketika dia mau memasak untuk makan kami berdua, dia bisa pulang ke rumah orang tuanya untuk numpang memasak.

Apa yang dikatakan oleh bapak bahwa burung kecil akan kenyang ketika dia pulang ke sarang, dan ungkapan bahwa menikah itu akan membuka pintu rezeki mulai terbukti setelah pernikahan.  Rezeki dari Allah untuk memenuhi kebutuhan saya dan istri mulai datang dari segala sumber dan waktu yang tak pernah bisa diduga.

Sebulan setelah pernikahan, konsultan lingkungan yang saya ikut terlibat dalam pembentukannya mendapatkan sebuah proyek besar.  Mulai saat itu saya mulai terlibat untuk mengurus beberapa urusan terkait proyek tersebut dan bisa mendapatkan penghasilan yang bisa untuk memenuhi kebutuhan saya bersama istri.

Sambil terlibat dalam proyek tersebut, saya juga sambil mencari pekerjaan di tempat lain.  Konsultan yang kami bentuk ini baru berdiri, sehingga proyek—proyek belum banyak didapatkan.  Untuk memenuhi kebutuhan masing—masing, kami yang tergabung di konsultan ini juga mencari penghasilan dari sumber lain.

Lima bulan setelah menikah, akhirnya saya mendapatkan pekerjaan yang dapat memberikan penghasilan secara rutin setiap bulan.  Walau pekerjaan ini pada akhirnya harus membuat saya sering terpisah dengan istri karena lokasi pekerjaan berada di kota lain, berjarak sekitar lebih kurang 100 kilometer lebih.

Selain dari hasil gaji saya, penghasilan rumah tangga kami juga berasal dari gaji istri saya.  Kebetulan saat itu istri saya sudah bekerja lebih dulu dari saya.  Dia bekerja di sebuah tempat bimbingan belajar, dan mendapatkan posisi sebagai manager cabang di kota Banjarbaru.

Dari penghasilan yang didapatkan kami menabung sedikit demi sedikit dan berniat untuk mengambil Kredit Perumahan Rakyat (KPR).  Alhamdulillah setelah 18 bulan menikah, di akhir tahun 2020 kami sudah bisa menempati rumah kami yang baru.  Walau saat itu bapak sudah tidak ada, dan belum sempat melihat anak dan mantunya sudah tidak tinggal di indekos lagi.

Begitu murahnya rezeki yang Allah berikan kepada orang yang sudah menikah, saya dan istri juga langsung bisa melengkapi perabotan rumah seperti televisi, kulkas, mesin cuci, dan lain—lain.  Selain itu, kami juga langsung bisa menambah bangunan di belakang rumah yang lumayan luas.

Menikah akan membuka pikiran kita untuk selalu berusaha dalam menjemput rezeki—rezeki yang telah Allah tetapkan kepada kita, dan akan memacu diri kita untuk terus bekerja mencari nafkah sebagai bentuk tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga.

Menikah akan membuka pintu rezeki untuk kita, namun ada hal yang perlu digarisbawahi, setelah menikah bukan berarti rezeki akan datang begitu saja seperti air hujan turun dari langit, tapi rezeki itu perlu dicari dengan penuh ikhtiar dan doa yang selalu dipanjatkan kepada Allah.

Makhluk kecil seperti burung, ketika dia kembali ke sarang bisa kenyang, itu karena dia melakukan usaha untuk mencari makanan yang disediakan oleh Allah di alam.  Kita sebagai makhluk yang paling hebat di dunia, tentunya tidak akan kalah dengan burung tersebut dalam usaha untuk mencari rezeki yang sudah Allah tebar di dunia ini.

Pada intinya ketika umur sudah mapan dan jodoh sudah tiba, jangan pernah menunda diri untuk menikah.  Jangan pernah takut untuk menikah, karena menikah merupakan salah satu pembuka pintu rezeki kita bersama pasangan. [Abd]

 

 

Tinggalkan komentar